Berita Hawzah- Hujjatul Islam wal Muslimin Husain Anshoriyan , seorang guru tafsir Al-Qur'an al-Karim, dalam malam keempat rangkaian ceramahnya di Masjid Rasul Akram (saw), menjelaskan makna "kebaikan dunia dan akhirat" serta dampak dari makanan haram, dengan merujuk pada tafsir ayat Al-qur'an di Surah Al-Baqarah: {رَبَّنَا آتِنَا فِی الدُّنْیَا حَسَنَه وَفِی الآخِرَهِ حَسَنَه}, ("Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat").
Beliau menyatakan bahwa orang-orang mukmin di sepanjang, selalu memiliki dua permintaan utama dari Tuhan-Nya, yaitu inti dari ayat ini adalah kata "Hasanah" (kebaikan) yang diulang dua kali. Menurut tafsir Imam Ja'far As-Shadiq 'alaihissalam, yang dimaksud dengan kebaikan akhirat adalah Keridhaan Ilahi (Riḍwān Ilāhī) dan Surga. Keridhaan adalah kerelaan Tuhan terhadap hamba-Nya, dan di akhirat, kenikmatan dari keridhaan ini lebih besar daripada segala nikmat Surga. Sebagaimana firman Al-Qur'an: {وَرِضْوَانٌ مِّنَ اللَّهِ أَکْبَرُ}, "Dan Keridhaan dari Allah itu lebih besar."
Beliau melanjutkan penjelasannya bahwa Kebaikan dunia itu memiliki dibagi menjadi dua; pertama adalah "kehalalan dalam rezeki dan penghidupan" (yaitu seseorang tidak perlu mengulurkan tangan kepada orang lain dan tidak hidup dalam kesulitan), dan yang kedua adalah "akhlak yang baik" (yaitu seseorang tidak bersikap kikir, sombong, serakah, pendusta, kasar, dan kurang ajar).
Ustadz Anshoriyan menekankan dampak negatif dari harta haram dalam kehidupan seorang mukmin: "Terkadang seseorang mengeluh karena lemah dalam beribadah, sedangkan sumber itu disebabkan oleh makanan haram (luqmah haram). Seseorang yang memakan barang haram, maka hubungannya dengan Tuhan akan terputus dan semangat ibadahnya akan hilang. Dosa dan barang haram menghitamkan jiwa manusia sampai pada ia mengabaikan salat, puasa, haji, dan kewajiban-kewajiban agama-Nya."
kemudian, Beliau mengutip sebuah hadis dari Nabi Muhammad (saw): "Nabi bersabda, 'Barang siapa memakan satu suap makanan yang haram, maka salatnya tidak diterima selama empat puluh hari empat puluh malam,' karena salat itu membersihkan bau segala perbuatan mungkar dan kotoran. Ketika suapan itu didapatinya dengan cara mencuri, menyuap, atau riba, maka batinnya akan menjadi kotor. Maksud dari empat puluh hari adalah, ibadah tidak akan diterima selama kotoran/ bekas makanan tersebut belum hilang dari tubuh dan jiwa manusia."
Hujjatul Islam wal Muslimin Ansariyan menambahkan: "Nabi (saw) bersabda, 'Barang siapa meninggalkan (membuang) walau hanya seperenam dirham harta haram, ia lebih dicintai di sisi Allah daripada menunaikan seratus kali ibadah haji dengan harta yang halal.'"
Pada bagian lain ceramahnya, Hujjatul Islam wal Muslimin Anshoriyan ini menceritakan pengalaman dari salah seorang temannya untuk menggambarkan contoh sifat amanah dan memperhatikan agama di masa lalu: "Seorang teman saya yang taat beribadah, aktif di majelis, sangat religius, dan berakhlak baik, bercerita bahwa ayahnya adalah seorang penjual karpet di Serai Amir di Pasar Besar Teheran dan terkenal karena kejujurannya. Suatu hari, seorang pria desa datang untuk menjual karpetnya. Ayah teman saya menaksir harganya seribu toman dan langsung membelinya. Namun, setelah penjual itu pergi, ia menyadari bahwa harga karpet itu sebenarnya adalah seribu lima ratus toman. Sejak hari itu, selama sepuluh hari, ia duduk di depan pasar setiap pagi hingga siang, berharap dapat melihat pria desa itu lagi untuk mengembalikan sisa uangnya. Kemudian, Beliau melanjutkan: "Akhirnya pada hari kesepuluh, pria yang sama muncul dari kerumunan orang-orang. Ayah teman saya langsung memeluknya, dan membawa dia ke tokonya, serta menawarinya teh, dan berkata bahwa ia telah salah menaksir harga karpet yang dibeli dari-Nya. Lalu, dia memberi pria itu dua pilihan: ambil kembali karpetnya kembali, atau menerima sisa uangnya. Pria desa itu berkata, 'Saat itu saya tidak tahu dan tidak ada keraguan di hati saya.' Tetapi ayah teman saya tetap memberikan lima ratus toman itu kepadanya dan ia terlihat sangat senang, seolah-olah dunia telah diberikan kepadanya karena berhasil mengembalikan harta orang lain kepada pemiliknya. Sayangnya, hari ini, terkadang orang menelan uang miliaran dan merasa seolah-olah dunia telah diberikan kepada mereka."
Beliau menyinggung peran hati nurani dan takwa dalam mencari rezeki dan nafkah: "Dahulu, masyarakat takut memakan makanan haram dan memikirkan keridhaan tuhan. Namun hari ini, banyak sekali hati yang menjadi acuh tak acuh terhadap halal dan haram. Sejauh mana terjadinya sekularisme dan keimanan yang sebenarnya; perbedaan ini adalah hasil dari kelalaian terhadap makanan yang halal."
Hujjatul Islam wal Muslimin Ansariyan dalam ceramahnya berpesan kepada masyarakat: "Harta (milik orang lain) harus dihormati; mahar istri, utang, dan keadilan dalam bertransaksi adalah kewajiban akhlak. Mengambil harta orang lain atau menekan mereka secara ekonomi adalah kezaliman dan dosa."
Hujjatul Islam wal Muslimin Ansariyan menutup dengan memberikan peringatan: "Salat, puasa, atau haji yang dilakukan, sementara harta seseorang tersebut masih tercemar dengan barang haram, seperti membangun gedung di atas pasir atau air. Seseorang yang daging tubuhnya tumbuh dari harta haram, tidak akan masuk surga."
Your Comment